Pernahkah Anda bertemu seseorang yang berulang-kali menawarkan produk berbau skema Ponzi? Padahal sebelumya dia sudah pernah tertipu hal yang sama. Iya, saya pernah.

Katakanlah namanya Fulan. Ia pernah datang dengan membawa produk aplikasi multipayment. Belum juga saya kena prospek, ia datang lagi membawa produk aplikasi menonton iklan dapat duit.

Saya bahkan tak tertarik sama sekali dengan produk terakhir, ia menawarkan lagi cairan penghemat BBM motor. Karena ia tahu saya hanya punya motor. Kalau ia tahu saya punya mobil, ya mungkin yang dibawanya cairan penghemat BBM mobil, dong.

Yang saya heran, ia pernah tertipu soal arisan umroh dan investasi bodong di koperasi yang kasusnya pernah viral. Sebelumnya lagi bahkan pernah ikut skema ‘manusia membantu manusia’. Dan semuanya pernah menipunya mentah-mentah.

Setelah kejadian demi kejadian, ia tak kapok. Entah itu menandakan ia pejuang tangguh, atau ia bodoh. Keduanya agak samar buat saya.

Tapi setidaknya saya mulai memahami mengapa ada orang seperti dirinya. Yang pada satu titik pernah jatuh, kemudian bangkit untuk percaya lagi pada apa yang diyakininya.

Yakin pada apa? Tentu pada sebuah proses yang disebutnya bisnis yang diyakini mampu membawanya pada kesuksesan.

Ada beberapa poin yang saya temukan dari sosok-sosok seperti dirinya. Berikut beberapa analisa saya.

Bisnis itu Dibawa oleh Sosok yang Dianggap Baik

Saya pernah ngaji pada komunitas tertentu. Ya ngaji biasa, dalam rangka meningkatkan keimanan.

Pada suatu hari, salah satu dari jejaring ngaji itu membawa sebuah produk dengan berbagai keunggulan dan manfaatnya dalam rangka meningkatkan taraf ekonomi. Motifnya baik banget, dibawa juga oleh orang-orang yang saya yakini baik.

Akhirnya, produk ini pun banyak dipakai dan dipasarkan dalam jejaring itu. Atas nama kebaikan, akhirnya produk yang seharusnya banyak dikritik itu meluas.

Itulah mengapa jargon-jargon kebaikan juga banyak disisipkan dalam pemasaran produk berskema Ponzi. Misalnya “Go berk*h, No R*ba” :).

Maka tidak heran jika banyak sosok yang tadinya pemuka agama, atau yang terlihat di masyarakat seperti itu, kemudian banyak terseret dengan masalah semacam ini.

Minimnya Kepahaman Soal Skema Bisnis Betulan

Saat saya tanya mengapa ada orang percaya dengan koperasi yang mampu memberikan suku bunga investasi hingga 10%. Jawaban yang keluar adalah karena bank konvensional memiliki beban administrasi yang mesti dibayar.

Padahal, suku bunga investasi hingga 10% itu tidak wajar. Sebab seuntung apapun sebuah bisnis, bakal berat untuk mengembalikan modal investasi jika dengan persentase demikian besar.

Hitungan deposito bank maksimal 3% dan deposito BPR hingga 6% itu sudah diatur sedemikian rupa dalam batas yang wajar. Bahkan bank maupun BPR yang punya jaringan nasabah yang bagus, bisa jadi memberikan suku bunga dibawah ketetapan maksimal itu.

Jika diberikan suku bunga diatas itu, maka bisa saja, tapi operasional bisnis jangka panjang bakal terganggu.

Itu berbicara soal deposito, investasi, dan semacamnya. Belum lagi kalau bicara teknologi seperti kripto, aplikasi digital, dan seterusnya yang selain membutuhkan analisa bisnis, juga perlu kepahaman teknologi terkait.

Makanya tak heran kini muncul banyak skema Ponzi berkedok kripto, trading, dan aplikasi. Karena sasaran korbannya banyak yang tidak melek terhadap teknologi tersebut.

Sarana Belajar Bisnis

Ada satu hal yang bisa diambil sisi positifnya dari orang yang terjebak skema Ponzi itu. Salah satunya adalah ia dipaksa belajar bisnis betulan.

Sebab banyak diantara korban Ponzi berulang-kali akhirnya sadar bahwa bisnis betulan tidak seperti itu.

Bisnis betulan adalah Anda punya barang, memasarkannya ke calon pembeli, uang didapat, membeli barang lagi untuk melengkapi stok, dan prosesnya terus berulang.

Dalam bisnis betulan, tidak ada keuntungan yang didapatkan dari uang pendaftaran. Semuanya murni dari hasil sirkulasi ekonomi barang tersebut.

Sifat Tamak dan Serakah

Nyaris semua manusia punya potensi untuk berbuat tamak dan serakah. Dan sifat inilah yang membuat banyak orang kehilangan rasionalitasnya sehingga terjebak dalam bisnis berskema Ponzi.

Ia terburu-buru untuk mengejar profit. Padahal dalam bisnis, justru yang dikumpulkan adalah receh demi receh, sedikit demi sedikit, dan berproses.

Namun sayangnya, model bisnis Ponzi ini dipaketkan dengan pemasaran berbasis psikologis dengan mengadakan training motivasi. Tujuannya ya tentu saja agar memotivasi orang untuk menginvestasikan uangnya kedalam bisnis tersebut.

Akhirnya sudah tamak dan serakah, sisi psikologis pun dipengaruhi guna menggapai profit yang tidak masuk akal.

Sekilas Bisnis Skema Ponzi

Buat yang belum tahu apa itu bisnis berskema Ponzi, saya hanya ingin mengulasnya sedikit saja. Sebab definisi dari skema ini sangat banyak dan sudah ada begitu banyak orang yang mengulasnya.

Skema Ponzi merupakan sebuah skema bisnis yang dibuat oleh pria asal Italia yang tinggal di Amerika Serikat, Charles Ponzi, pada zaman perang dunia pertama.

Charles Ponzi ini punya ide bisnis dari selisih harga perangko yang dipergunakan untuk bersurat pada zaman perang itu. Ia melihat harga perangko di negara A lebih mahal dari negara B. Padahal barangnya sama.

Ia kemudian membuat skema bisnisnya. Sehingga jika membeli dari negara B dan langsung menjual ke negara A, maka ada untung sekian dollar.

Proposal binsinsya dipresentasikan ke bank, namun ditolak. Sehingga ia berkeliling dari individukl ke inidvidu untuk mencari investor. Dan ia mendapatkannya.

Pada mulanya, bisnis ini lancar. Ia berhasil memberikan bunga investasi kepada para investornya. Namun agar bisnisnya besar, ia mencari investor lebih banyak.

Sayangnya semakin banyaknya investor justru membuat bisnisnya terseok-seok. Ia gagal memberi untung. Sehingga agar bisnis itu tetap berjalan dan investor tetap masuk, bunga investasi diambil dari uang investasi yang baru masuk. Begitu seterusnya.

Seperti yang tercatat salam sejarah, bisnis Ponzi ini pun kolaps. Ia dipenjara. Dan setiap skema bisnis yang mirip hingga sekarang dinamai dengan skema Ponzi. Dan karena model bisnisnya berbentuk piramida, maka dinamai juga skema piramida.

Demikian semoga bermanfaat.

Shares:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *