Berani Berdaya Diluar Zona Nyaman Bersama ASUS VivoBook S14 S433

“Bang, bisa bantu kita buat bikin semacam toko online?” sebuah pertanyaan yang membuat acara ngopi pada sore itu membuatku grogi.

Pertanyaan itu terlontar dari Toha. Dia merupakan koordinator relawan cabang Indramayu dari sebuah lembaga filantropi yang cukup besar di negeri ini. Setahu saya, ada sebuah program desa berdaya yang dikelolanya. Salah satu karyanya adalah penguatan ekonomi dari warga binaan di desa tersebut.

Saya diminta untuk membantu konsep digital marketing dari produk warga binaannya. Sebelumnya Toha meminta saya untuk memotret produk-produknya, membuat video company profile, dan mengunggahnya di media sosial dengan copywriting tertentu. Dan permintaan Toha yang paling urgen kali ini adalah membuat situs toko online.

Alih-alih mengenal saya sebagai pekerja sosial, Toha dan lingkarannya memang lebih memahami saya sebagai blogger cum mantan jurnalis. Dalam pikirannya, pastilah saya bisa mengelola sebuah toko online. Atau paling tidak membuatkan situs yang sederhana dengan domain yang merujuk pada nama bisnis yang dikelola.

Padahal membuatkan situs untuk orang lain bukanlah core business saya sejak awal. Sebab buat saya, blog yang personal maupun situs yang berbau korporasi merupakan sebuah investasi. Saya termasuk orang yang sanggup mengelola investasi berapapun banyaknya asalkan punya sendiri. Kalau punya orang lain, tentu selalu ada beban. Dan inilah yang membuat saya grogi.

Berani Berdaya dengan Berdaya Mart

Sebelumnya saya bilang bahwa situs toko online hanyalah salah satu dari media promosi online yang bisa dipakai di internet. Diluar itu masih banyak lagi cara mempromosikan produk di dunia maya ini. Artinya kalaupun situs ini sudah jadi, proses mempromosikan produk warga binaan di platform lain harus tetap berjalan.

Berkali-kali Toha bicara bahwa ini soal pemberdayaan masyarakat, satu hal yang sejak dulu menjadi minat saya. Rasanya dia sudah tahu titik ‘tidak enakan’ saya dimana. Sehingga sayapun mengamini permintaannya.

Ditambah lagi, pandemi juga berimbas pada upaya pemberdayaan yang dirintisnya. Beberapa mitra kesulitan untuk bangkit akibat badai kali ini. Sebagian diantaranya terseok-seok membutuhkan terobosan baru, misalnya dengan memperbaiki kehadiran di pasar digital. Membuat semacam toko online adalah salah satunya.

Mulailah saya memberanikan diri dengan kapasitas seadanya sebagai blogger. Beberapa konsep saya tawarkan untuk menyesuaikan dengan budget yang mereka punyai. Akhirnya ditetapkan domain yang diambil adalah berdayamart.id. Sebuah nama yang diambil dari nama toko yang memang sudah lebih dulu eksis sebagai warung display dari produk-produk yang dihasilkan warga binaan.

Ada beberapa produk khas dari Indramayu yang dijual, seperti dodol mangga dan sambal petis. Untuk kerupuk udang dan beberapa olahan lainnya, hanyalah produk irisan dimana warga di desa binaannya memang bekerja di industri pengolahan yang berada di desa sebelah. Produk-produk ini masih dalam tahap pengembangan, sehingga masih belum banyak yang bisa dimasukkan.

Persoalan utamanya bukan soal eksekusi konsep yang sebetulnya sudah ada di kepala saya dan sering saya kerjakan. Tetapi ada rasa percaya diri yang gagal keluar. Saya belum berdaya mengelola ketakutan akan kegagalan dari sesuatu yang belum pernah saya kerjakan. Apalagi Toha menginformasikan jika konsepnya sudah selesai, saya diajak ngopi lagi untuk mematangkan konsepnya.

Dimulai dari Otak, Dilihat dari Tampilan

“Nanti ada Mas Dian pengin nimbrung. Dia minat juga,” tambah Toha melalui WhatsApp.

Dian yang dimaksud adalah manajer cabang dari lembaga filantropi tingkat nasional juga. Tapi lembaganya berbeda. Lembaga yang menaungi Dian ini memang belum terlalu lama hadir di Indonesia, namun cabangnya sudah berada dimana-mana termasuk di Indramayu.

Nah, informasi Dian mau ikut di agenda pematangan konsep tadi tentu membuat saya semakin tegang. Sebab belum matang soal konsep berdayamart.id ini, sudah hadir pula ‘calon klien’ lain yang membuat saya bertambah grogi.

Saya terus berpikir cara seperti apakah agar bisa berani menghadapi tantangan diluar zona nyaman saya sebagai blogger dan bergeser sebentar menjadi pengelola situs orang lain. Saya cuma khawatir diantara berbagai keterbatasan saya, mereka akhirnya kecewa. Itu yang menjadi beban pikiran saya kalau harus menerima pesanan ngoprek situs yang bukan milik sendiri.

Tiba-tiba saya jadi teringat seorang teman yang berprofesi sebagai pengacara. Ia pernah berkata bahwa ada satu hal yang membuatnya bisa tampil percaya diri menjalani profesi di ranah advokasi. Baginya percaya diri tidak hanya ditentukan oleh kapasitas otak, namun juga penampilan yang mendukung.

Untuk itulah kemana-mana ia memakai pakaian perlente. Mobil bagus selalu dipakainya ketika sidang dan bertemu klien. Kantornya jauh lebih baik dari sekretariat lembaga bantuan hukum ketika dirinya masih menjadi aktivis. Katanya, itu semua diperlukan untuk mendongkrak rasa percaya diri dan menambah kepercayaan klien dan calon klien.

Saatnya ASUS VivoBook S14 S433 Diperlukan

Sementara itu saya masih memakai ASUS hadiah lomba tahun kemarin. Itupun jarang saya bawa karena dipakai istri di rumah. Sebab untuk keliling di lapangan memang lebih enak memakai laptop yang lebih kecil seperti ASUS X201E. Sebab fungsinya hanya untuk membuka file yang kurang nyaman ketika dibuka lewat ponsel.

Untuk menjelaskan konsep-konsep digital marketing kepada orang-orang semacam Toha inilah saya memerlukan laptop yang punya tampilan bagus sekaligus punya spesifikasi lebih tinggi. Ya, kalau bisa sih, laptop ASUS lagi.

Pada titik ini saya kemudian berpikir bahwa ASUS VivoBook S14 S433 bisa menjadi jawaban yang cukup masuk akal. Pabrikan asal Taiwan ini meluncurkannya di Indonesia pada awal Mei 2020 lalu. Laptop kelas menengah ini merupakan jawaban terbaik karena beberapa hal. Berikut beberapa diantaranya.

Personalisasi Tampilan nan Aduhai

Siapa yang suka mengumpulkan stiker tertentu dan menempelkannya pada barang-barang kesayangan? Stiker itu bukan stiker sembarangan, sebab ia mengandung sebuah deklarasi identitas personal. Maka ini menjadi alasan yang pertama mengapa saya menyukai laptop ASUS VivoBook S14 S433 ini.

Ada empat warna mencolok yang cukup variatif, yakni Indie Black (hitam), Gaia Green (hijau), Dreamy Silver (perak) dan Resolute Red (merah). Kalau tak cukup personal banget dengan warna-warna ini, Anda bisa menambahkannya dengan stiker.

Bagian belakang layar dari laptop ini memiliki negative space yang membuatnya banyak memiliki ruang kosong. ASUS biasanya membubuhkan logonya di tengah, namun kali ini di pinggir. Sehingga kita bisa menempelkan stiker apapun di ruang kosong tersebut. Bahkan dalam paket pembelian kita akan dikasih stiker-stiker nan lucu.

Kalau stoknya masih ada, katanya untuk setiap pembelian laptop ini bakal dikasih kaos lucu hasil kolaborasi ASUS dengan Billionaire’s Project. Keren, ya.

Layar Lega dan Tetap Leluasa

Seperti namanya, laptop ini memiliki layar 14 inci dengan rasio 16:9. Panelnya LED backlit FHD (1920×1080) yang dibekali dengan fitur anti-glare. Tampilan warnanya bakal semakin menawan dengan komposisi 100% sRGB, dengan pantulan cahaya yang cukup sebab memiliki 250 nits.

Satu hal yang unik adalah adanya fitur NanoEdge Display. Sehingga meskipun punya lebar 14 inci, namun dimensinya hanya memiliki panjang 32,4 cm, lebar 21,3 cm, dan tebal 1,59 cm saja. Ya, kira-kira seukuran panjang satu kertas HVS berukuran F4. Pas di tas dan tidak berat kalau digendong kemana-mana sebab hanya 1,4 kg saja.

Terbayang betapa percaya dirinya para pemakai laptop ini. Dengan bentuk yang ringkas, ia bisa menyajikan tampilan di layar 14 inci yang lega, tanpa pantulan cahaya luar, dengan warna yang sangat presisi, tanpa perlu bantuan proyektor kepada klien. Sempurna buat menyajikan presentasi secara mendadak.

Performa Menawan Tiada Lawan

Saya sih terbiasa ngeblog dengan komputer desktop di rumah. Sehabis subuh dan beberapa jam sebelum tidur menjadi waktu-waktu terbaik untuk membuat konten. Tapi kalau diminta memaparkan konsep situs diluar, ya memang sudah tepat kalau memakai ASUS VivoBook S14 S433.

Laptop ini memakai prosesor Intel Core 10th Gen yang hemat daya dengan variasi Intel® Core™ i5-10210U dan Intel® Core™ i7-10510U. Prosesor ini dipadukan dengan RAM DDR4 dengan kapasitas 8GB. Kapasitas ini pun lebih diperkuat lagi dengan keberadaan Intel UHD Graphics yang terintegrasi. Atau buat yang budget-nya lebih, tentu bisa meminang varian grafis NVIDIA GeForce MX250.

Dengan spesifikasi dapur pacu yang aduhai semacam ini tentu saja semakin menambah kepercayaan diri. Sebab laptop yang biasa saya pakai untuk kerja, memang hanya optimal untuk urusan mengetik dan menampilkan slide penyuluhan saja. Dengan laptop ini otomatis urusan edit foto, video, bahkan game PC bisa dilahap dengan mudah.

Aman dan Nyaman Berkat Fitur Andalan

Kita tak pernah tahu ada siapa dan punya niat apa orang-orang yang ditemui di tempat-tempat umum. Makanya ASUS memberikan fitur fingerprint sensor yang bisa dipergunakan untuk mengunci perangkat saat kita tinggal sebentar. Sensor ini bisa diatur agar hanya sidik jari kita yang bisa dibacanya.

ASUS juga memaketkan ASUS VivoBook S14 S433 dengan Microsoft Windows 10 asli. Sehingga sensor tersebut bisa dipadukan dengan fitur Windows Hello yang berguna banget buat personalisasi pengamanan saat login. Jadi tak perlu mengetikkan kata kunci maupun PIN hanya untuk membuka laptop, kini hanya tinggal menempelkan jari saja.

Catu Daya Hemat dengan Pengisian Cepat

Baterai 3-cell Li-ion yang tertanam di dalamnya membuat laptop ini mampu bertahan hingga 12 jam lamanya. Tak hanya itu, buat saya yang malamnya suka kelupaan mengisi baterai dan paginya suka terburu-buru, laptop ini sangat membantu. Sebab ada fitur fast charging yang mampu mengisi baterai dari 0 % hingga 60 % hanya dalam waktu 49 menit saja.

Fitur lain yang sangat bermanfaat adalah keyboard backlit yang bisa menyala ketika difungsikan. Meskipun fitur ini cukup sederhana, namun ciri khas dari laptop ASUS ini sangat berguna apabila menemukan tempat remang-remang ketika bekerja di luaran. Huruf dan aksaranya bakal terlihat jelas. Ditambah lagi posisi tombol satu dengan yang lainnya cukup memberi jarak sehingga pengetikan bisa leluasa.

Konklusi: Upaya Berani Jadi Diri Sendiri

Ya memang agak aneh juga sih, ketika setiap hari berjibaku dengan situs berbagai platform, SEO, media sosial, dan lainnya lantas harus gugup ketika ada yang meminta untuk mengelola situs lainnya. Namun itulah yang terjadi.

Saya memerlukan berbagai pemantik yang jitu agar rasa percaya diri itu hadir. Apalagi Toha dan kawan-kawannya melihat saya sebagai mantan jurnalis televisi yang dianggap mahir segala macam terutama menulis, fotografi, dan videografi juga. Mau ditolak, ya memang bisa. Tapi mau diterima ya khawatir juga.

Menjadi blogger adalah urusan bisnis, sementara bersikap sebagai pekerja sosial adalah semacam panggilan nurani. Memadukan kedua entitas ini dalam ruang yang berbeda memerlukan sebuah keberanian. Bisa jadi membutuhkan keberanian untuk gagal, tapi bisa jadi juga sebuah lompatan keluar zona nyaman dengan terbiasa menggunakan apa yang kita bisa untuk memberdayakan sesama.

Akhirnya saya pulang dan menuliskan artikel ini. Tentang bagaimana saya memang membutuhkan ASUS VivoBook S14 S433 agar pekerja dan pemberdaya sosial sekaligus blogger yang selama ini saya jalani bisa selaras.

Maka seperti kata orang bijak, jangan cuma jadi lilin yang menerangi sekitar sementara dirinya terbakar. Ketika ada orang lain yang berdaya di tangan kita, seyogyanya pula diri kita berdaya dengan mengatasi ketakutan dan kekhawatiran kita. Yes, lets dare to be you.. Semoga kerja-kerja yang kita lakukan senantiasa sukses dan berkah. Amiin.

Leave a Comment