Dinamika dunia kerja kerap tak bisa ditebak. Apalagi di zaman digital yang hampir semuanya terkoneksi, perubahan bisa terjadi dalam hitungan detik.
Saya pun mengalami perubahan ini. Apa yang dulu saya anggap tidak begitu dibutuhkan, sekarang justru posisinya cukup vital.
Saya bekerja sebagai pendamping Program Keluarga Harapan, sebuah program yang dihelat Kementerian Sosial Republik Indonesia. Singkat kata, seperti yang tertulis di bio penulis di bawah, saya merupakan pekerja sosial.
Pekerjaan saya senantiasa berhubungan dengan masyarakat penerima program. Rutinitasnya adalah mengunjungi rumah-rumah mereka yang letaknya di pelosok desa dan bercengkrama dengan mereka, mendengarkan keluh-kesah mereka dalam mendidik anak, berjibaku dalam bertahan hidup, dan merasakan keceriaan kala tiga bulan rekening mereka terisi setelah pemerintah melakukan transfer bantuan.
Dalam melakukan pekerjaan, saya berbekal format kunjungan, kuesioner, catatan kerja, dan buku catatan pribadi. Persentuhan dengan komputer paling sering dua minggu sekali. Itupun hanya urusan laporan, pencetakan format, dan input data di Excell dan Word. Lima tahun sudah rutinitas semacam ini saya jalani.
Namun belum lama ini ada beberapa hal yang membuat pekerjaan ini berubah cukup drastis. Perubahan ini membuat kebutuhan saya akan laptop tiba-tiba menjadi kebutuhan yang vital. Sementara laptop saya yang dulu, sudah saya jual karena saya berpikir tidak membutuhkannya lagi.
Setidaknya ada empat poin perubahan pada pekerjaan yang menuntut saya untuk memiliki laptop dengan spesifikasi yang bagus.
Pertama, pihak kementerian meminta kalau kami harus membuat video dokumentasi kegiatan. Satu hal yang sebelumnya hanya cukup dilakukan dengan foto saja. Pada sebuah kesempatan, video dokumentasi ini pun diperlombakan untuk mencari yang paling bagus dari seluruh pendamping se-Indonesia.
Kedua, aplikasi updating data berpindah lagi ke versi Windows, dari sebelumnya memakai Android. Sayangnya, aplikasi ini berjalan secara online sehingga membutuhkan spesifikasi komputer yang bagus untuk menjalankan browser dan menyambungkannya dengan internet secara real-time. Ah, asal anda tahu, website ini selain memakan RAM yang tidak sedikit, juga tidak memiliki theme yang responsive, sehingga kalau dibuka dari smartphone cukup membuat sakit mata dan fiturnya banyak yang hilang.
Ketiga, pekerjaan saat ini menuntut terlaksananya sebuah kegiatan yang bernama Family Development Session (FDS). Di dalamnya ada materi-materi tentang keluarga yang beberapa materinya mesti memutar video. Selain itu video ini gambarnya mesti terang, juga harus diputar dengan suara yang cukup kencang agar terdengar oleh warga yang hadir ketika pemberian materi.
Keempat, data-data yang saya bawa di dalam hard disk merupakan data pribadi dan dokumen negara yang tidak boleh diakses secara sembarangan. Siapapun yang meminta, menyalin, dan menggandakan data ini harus berkirim surat ke Dinas Sosial kabupaten terlebih dahulu sebab isinya cukup sensitif. Biasanya data ini saya simpan di rumah, cuma sering saya butuhkan juga sewaktu-waktu di lapangan.
Keempat hal ini sebetulnya bisa dilakukan melalui komputer desktop. Sayangnya, pekerjaan yang saya lakukan bersifat mobile. Ya tak mungkin juga memberikan materi FDS di beberapa lokasi sambil menggendong komputer kemana-mana. Lalu bagaimana kalau saya membutuhkan update kondisi terkini warga, yang datanya ditunggu saat itu juga oleh pusat? Jarak rumah saya ke rumah warga itu tidak dekat, Ferguso!
Terpincut dengan Sang Juru Damai
Kebutuhan saya akan laptop ini sepertinya terpenuhi kalau saya bisa meminang laptop yang belum lama ini dirilis oleh Asus. Pada 14 Februari 2019 lalu, pabrikan asal Taiwan yang merajai pasar laptop di Indonesia ini merilis VivoBook Pro F570. Sebuah laptop yang menurut saya cukup unik dan memang baru pertama kali ini ada.
Asus VivoBook Pro F570 |
Biasanya pabrikan laptop hanya memasang prosesor AMD dengan grafis buatan AMD juga, yakni Radeon. Entah ada perjanjian atau tidak dari pabrikan laptop yang memakai AMD sebagai prosesornya sehingga pakem ini cukup kuat tertanam.
Di sisi yang lain, pabrikan kartu grafis yang menguasai pangsa pasar global sebesar 81,2 % pada kuartal akhir 2018 lalu, yakni NVidia, juga punya reputasi yang cukup baik dalam pembuatan kartu grafis. Tapi meskipun penguasaan pasarnya sangat baik, Nvidia belum pernah dipasangkan dengan prosesor AMD oleh pabrikan.
Alhasil, perseteruan antara jenama AMD dengan NVidia tak terelakkan. Petinggi keduanya sering adu komentar di media massa tentang keunggulan produk masing-masing dan kadang meledek satu sama lain. Keduanya sebetulnya sama-sama unggul dari segi performa, sehingga cukup banyak yang berharap mereka bisa berdamai dalam satu perangkat.
Nah, kehadiran Asus VivoBook Pro F570 mendobrak pakem itu. Asus menjadi juru damai bagi keduanya. Pasalnya laptop ini menggabungkan prosesor AMD dengan kartu grafis diskrit dari NVidia. Penggabungan keduanya dalam satu laptop baru pertama kali ini terjadi. Inilah yang membuat laptop ini unik dan membuat saya tertarik. Yang paling penting, ia menjawab keempat kebutuhan saya diatas.
Kolaborasi Dapur Pacu yang Energik
Asus VivoBook Pro F570 memadukan kehebatan prosesor AMD Ryzen dengan kartu grafis diskrit NVIDIA® GeForce® GTX 1050 dengan 4GB GDDR5 VRAM. Dengan perpaduan keduanya, game kekinian dengan grafis tinggi seperti Battlefield 1 dan Farcry 5 bisa dilahap dengan ganas.
Tapi saya bukanlah gamer. Kebutuhan saya dengan laptop ini sudah diutarakan di alasan pertama dan kedua diatas. Saya membutuhkannya untuk menopang lini pasca-produksi kala membuat video dokumentasi. Ditambah lagi keberadaan entri data dengan aplikasi yang dipergunakan oleh puluhan ribu orang, jelas diperlukan perangkat yang tangguh untuk menembus keangkeran server.
Asus merilis laptop ini dengan dua varian yang memakai dua jenis AMD Ryzen™. Untuk opsi pertama ada Asus VivoBook Pro F570 dengan Ryzen™ 5 2500U yang memiliki kecepatan minimum di angka 2 GHz dan bisa di-overclock sampai 3,6 GHz. Opsi selanjutnya ada yang menggunakan Ryzen™ 7 2700U yang mempunyai kecepatan minimum 2,2 GHz yang bisa di-overclock sampai 3,8 GHz.
Sekedar catatan, kecepatan tersebut cuma didapatkan dari kartu grafis onboard Radeon Vega. Jadi ketika ditambahkan dengan NVIDIA® GeForce® GTX 1050, performa keseluruhan menjadikannya laptop yang terkencang di kelasnya. Dan ini sudah melebihi ekspektasi saya akan sebuah laptop kerja.
Perangkat Audio-Visual yang Ciamik
Di setiap modul FDS membutuhkan pemutaran video beberapa kali. Penyisipan video ini bermanfaat agar materi bisa terserap dengan lebih baik dan membuat peserta bisa lebih terfokus. Agar hasilnya maksimal, tentu saya membutuhkan laptop yang bisa memutar video dengan gambar jernih dan bening ditambah suaranya jelas dan nyaring.
Asus VivoBook Pro F570 memiliki jawaban atas kebutuhan tersebut. Ia mempunyai fitur SonicMaster yang membuat perangkat audio bisa menghasilkan suara yang jernih. Ditambah lagi dengan keberadaan software AudioWizard agar audio tersebut bisa diatur secara manual sepenuhnya.
Layar 15,6 inci dengan resolusi Full HD (1920×1080 piksel) yang ditopang dengan LED-backlit dan fitur anti-glare membuat tampilan video bisa memuaskan. Setiap pikselnya dioptimalkan oleh teknologi Asus Tru2Life agar mendapatkan ketajaman dan kontras gambar yang sempurna.
Harapannya dengan komponen audio dan visual dari laptop ini, bisa membuat saya terbebas dari menggendong infocus dan sound system yang cukup merepotkan.
Desain Memikat dan Elegan
Asus VivoBook Pro F570 memiliki desain khas seri VivoBook F. Seri yang ini sedikit berbeda dari seri VivoBook S apalagi VivoBook Classic. Ketika VivoBook lainnya tampil simpel, laptop ini hadir dengan beberapa garis biru yang disebut lightning blue. Ini mengingatkan saya dengan seri TUF Gaming dan ROG.
Untunglah desainer Asus tak terlena terlalu jauh sehingga masih menyisakan desain simpel dengan sentuhan ala metal nan mewah yang disebut stunning finish yang biasa ditemui di seri VivoBook lain.
Satu hal yang membuat saya memuji desain Asus adalah penempatan lampu backlit berwarna putih di keyboard. Ini membantu pekerjaan saya sekali, sebab tidak semua rumah warga yang saya kunjungi memiliki penerangan yang cukup.
Selain keberadaan backlit putih itu, keyboard Asus VivoBook Pro F570 memiliki jarak antar tombolnya cukup memberi keleluasaan pada jari untuk mengetik. Top deh desainer Asus dalam merancang detail hingga urusan keyboard ini.
Oh iya, saya pernah bermasalah juga dengan port USB yang bermacam-macam seperti yang saya ceritakan pada artikel sebelumnya. Singkatnya, saya memiliki smartphone dengan USB Type C, sementara port ini masih belum banyak pemakainya sehingga konektivitas smartphone cukup terhambat. Syukurlah, ternyata Asus VivoBook Pro F570 memiliki port yang cukup banyak seperti USB-C 3.1, USB 3.1 Type A, USB 2.0 Type A, HDMI, LAN RJ45, dan Micro SD card reader. Ini membuat saya tak akan kesulitan lagi untuk transfer data dengan lebih cepat.
Fingerprint Sensor yang Menjamin Keamanan
Saya sih berharap laptop ini memiliki pemindai biometrik pada kamera di bagian atas layarnya. Hanya saja teknologi tersebut bakal membuat harga laptop ini melambung tinggi. Maka cukuplah saat ini dengan keberadaan fingerprint sensor yang menciptakan perlindungan yang lebih baik untuk data di dalamnya.
Fingerprint sensor ini diletakkan di dalam bingkai persegi yang mengitari touchpad. Saya kira peletakkan ini bakal mengganggu fungsi gesture-command pada touchpad, ternyata tidak begitu. Touchpad tersebut cukup luas untuk dipakai aneka gesture, dan fingerprint sensor ini hanya terletak di sudut kanan atasnya.
Dari sisi software, sensor ini ditopang oleh Windows Hello sebab Asus VivoBook Pro F570 telah terpasang Windows 10 orisinal. Dan ini membuat saya bisa bernafas lega ketika menaruh data-data penting di dalam laptop ini.
Beberapa fitur lain yang menjadi pertimbangan agar Asus VivoBook Pro F570 segera dipinang adalah keberadaan sistem pendinginan dari teknologi Asus IceCool. Sistem ini bekerja dengan teknis pemutaran kipas dan penyaluran panas lewat pipa kecil. Sehingga saya bisa bekerja seharian dengan laptop ini tanpa takut ia berubah jadi setrika.
Penutup
Kolaborasi antara AMD dan NVidia sebetulnya sudah menjadi garansi kalau Asus VivoBook Pro F570 ini melampaui ekspektasi saya. Dengan beberapa pekerjaan saya yang bersinggungan dengan kebutuhan akan spesifikasi yang mumpuni untuk membuat video dan input beragam data ke server, sebetulnya bisa menjadi jaminan kalau laptop ini bisa diandalkan untuk anda yang menjadi gamer, desainer, maupun mahasiswa yang membutuhkan laptop dengan spesifikasi mumpuni dengan harga terjangkau.
Dengan berat yang hanya 1,9 kg, Asus VivoBook Pro F570 ini tidak akan membebani punggung ketika melakukan mobilitas di lapangan. Portabilitasnya saya pikir bisa diandalkan, apalagi buat anda yang tingkat mobilitasnya \’hanya\’ berkutat di ruang kerja, bertemu klien, kemudian pulang ke rumah.
Sekali lagi, perpaduan antara AMD dan NVidia dalam satu laptop merupakan barang yang langka. Ini bisa menjadi sebuah momentum bagi kita semua untuk menjadi pelaku sejarah yang menyeksamai sang juru damai dalam mendamaikan dua jenama tersebut.
Nah, buat anda yang tertarik dengan laptop ini silakan meminangnya di toko resmi terdekat yang menjual produk Asus dengan harga Rp13.999.000 untuk versi Ryzen™ 7 2700U, RAM 8GB, penyimpanan 1 TB HDD dan 256 GB M.2 SATA3 SSD. Untuk versi Ryzen™ 5 2500U, RAM 8 GB, penyimpanan 1 TB HDD, dijual dengan harga Rp11.799.000.
ASUS VivoBook Pro F570 Ryzen™ 7 juga dijual eksklusif di JD.ID, melalui mobile site di https://m.jd.id/camp/asus-f570zd-r7591t-316210179.html atau desktop site di https://www.jd.id/campaign/asus-f570zd-r7591t-3162.html.
*Artikel ini diikutsertakan pada lomba yang dihelat Asus dan Blogger Borneo.
Asus VivoBook Pro F570: Sang Juru Damai, Sukses Dukung Tugas Negara