6 Matriks Keuangan yang Wajib Diketahui Pemilik Usaha

Berapakah barang yang harus dijual agar bisa mendapatkan Rp1 pertama? Sebagai seorang pengusaha, Anda mesti cermat menghitungnya.

Hal diatas kerap disebut break even point, atau titik impas. Dimana kita harus menjual barang sekian banyak dulu, baru bisa mendapatkan keuntungan setelahnya.

Tentu saja, itu bukan yang pertama harus diketahui. Ada banyak hal dasar yang wajib diketahui ketika Anda memiliki usaha penjualan barang. Terlebih barang itu buatan Anda sendiri.

Selain break even point (BEP), ada lagi profit margin, fixed cost, variable cost, gross profit, dan sales growth. Keenam hal itu akan saya ulas secara singkat dengan berbagai contoh pada artikel ini.

Break Even Point

Break even point merupakan titik impas. Istilah ini merujuk pada sebuah angka dimana Anda mesti menjual sejumlah produk untuk mencapai keuntungan pertama.

Saya contohkan seorang penjual kue lebaran. Dimana ia mengkhususkan diri dalam membuat nastar yang dijual per 500gr dalam satu toples seharga Rp50.000,00.

Jika ia hanya membuat nastar untuk satu toples saja, tentu biaya produksinya bakal membengkak. Sebab seperti diketahui bersama, biaya produksi jauh lebih murah ketika produksinya dibuat massal.

Anggap saja hitung-hitungannya begini:

Bahan baku Rp700.000,00

Biaya produksi (pekerja, masak, transportasi) Rp250.000,00

Pemasaran Rp100.000,00

Total produksi sebesar Rp1.050.000,00

Sementara itu harganya Rp50.000,00 per toples. Sehingga si penjual ini mesti menjual 21 toples untuk bisa mencapai break even point.

Perhitungannya adalah biaya produksi dibagi dengan jumlah barang yang harus dijual. Sehingga penjualan setoples nastar atau toples ke-22 dan seterusnya merupakan keuntungan yang didapatkannya.

Kalau hanya terjual 21 toples atau kurang dari itu, ya berarti dia mengalami kerugian. Bahkan jika dengan biaya sebesar itu hanya menghasilkan kurang dari 21 toples, berarti ia rugi sejak awal.

Untuk mengatasinya, Anda mesti menaikkan harga jual.

Profit Margin

Profit margin atau margin keuntungan merupakan persentase dari keuntungan yang didapatkan.

Kalau kembali mencontohkan penjual kue nastar diatas, maka ambil asumsi dia menjual 40 toples. Sehingga didapatkan total penjualan sebesar Rp2.000.000,00.

Sementara itu kita mengetahui kalau biaya produksinya adalah Rp.1.050.000,00. Sehingga didapatkan keuntungan Rp950.000,00 dari pasca break even point yakni sejumlah 19 toples.

Maka profit margin penjual nastar ini berarti 47,5%. Hasil ini didapatkan dari persentase keuntungan penjualan terhadap hasil penjualan.

Fixed Cost

Fixed cost adalah biaya tetap yang artinya biaya yang harus dikeluarkan terlepas dari untung maupun rugi bisnis yang Anda jalankan.

Misalnya untuk memproduksi kue nastar otu, Anda mesti membayar tagihan listrik sekian, tagihan air sekian, upah pekerja, dan lainnya.

Ya mau penjualan kue nastar itu rugi, biaya itu tetap harus dibayar.

Variable Cost

Sesuai namanya, variable cost merupakan biaya yang fluktuatif. Biaya ini sangat tergantung pada kondisi usaha Anda, terutama pada fluktuasi penjualan.

Biaya ini bisa jadi meningkat seiring dengan peningkatan penjualan Anda. Misalnya untuk penjual kue nastar tadi. Ia bakal membutuhkan lebih banyak toples ketika terjadi lonjakan pesanan. Biaya lainnya juga diperlukan untuk pengemasan.

Hal tersebut disebut dengan variable cost. Biaya yang tidak akan muncul seandainya tidak terjadi fluktuasi usaha.

Gross Profit

Sedikit berbeda dengan margin profit. Kalau gross profit merupakan keuntungan yang didapatkan setelah variable cost terbayar dan biaya-biaya lainnya dari ongkos produksi. Jika dialihbahasakan, maka gross profit adalah keuntungan yang masih kotor.

Masih ada beberapa hal yang perlu dihitung untuk mendapatkan keuntungan bersih. Namun gross profit yang tinggi, menandakan keuntungan bersih yang didapatkan juga tinggi.

Sales Growth

Keuntungan dalam sebuah bisnis memegang 99% keberhasilan. Namun dari keuntungan itu, tentu dibutuhkan peningkatan penjualan yang terus berkembang. Ini diistilahkan dengan sales growth.

Sehingga setiap bisnis memerlukan sales atau penjualan, dan peningkatan dalam penjualan tersebut dari waktu ke waktu. Begitulah sales growth.

Maka untuk melihat apakah bisnis itu tumbuh atau berjalan stagnan, yang dilihat adalah pertumbuhan penjualan. Jika penjualannya meningkat dari minggu ke minggu, bulan ke bulan, triwulan ke triwulan berikutnya, dan sampai tahun ke tahun, maka bisnis itu akan dianggap baik.

Oleh karenanya, evaluasi bisnis yang paling gampang adalah peningkatan penjualannya. Baru kemudian dilihat keuntungan yang dihasilkannya berapa.

Demikianlah matriks keuangan dalam bisnis yang penting diketahui oleh para pelaku usaha. Saya pikir semua pengusaha sudah paham hal-hal ini, namun hanya istilahnya saja yang perlu diingatkan.

bangdoel

Bang Doel adalah seorang blogger yang menulis tentang berbagai topik di dunia digital, media sosial, gadget, teknologi, politik, sosial, dan humaniora. Doel.web.id menjadi sarana untuk menyalurkan hobi menulis dan melakukan analisis.

Post navigation

Leave a Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pengertian Digital Marketing Agency dan Apa Saja yang Dilakukannya

Bisakah Kirim Motor Via Pos? Ini Jawabannya!

Pangkas Rambut Giovani Barbershop dan Peluang Bisnisnya

Berburu Promo Menarik Kartu Kredit BNI Dari Berbagai Merchant di Tahun 2019 Hingga 2020