Enam tahun lalu, saya pernah menggebu-gebu untuk pergi liburan ke Yogyakarta. Sebuah kota dengan segudang destinasi wisata. Saat mengurai rencana, pikiran saya sudah berenang di Goa Pindul dan minum kopi arang di dekat stasiun kereta.
Status saya masih pengantin baru waktu itu. Saya menjelaskan rencana tersebut kepada istri. Ia pun menyetujui dan ikut senang sebab hitung-hitung sebagai agenda bulan madu.
Rencana pun semakin dimatangkan. Kami sepakat untuk tidak memakai mobil apalagi bus. Opsi paling baik tentu dengan kereta. Sebab pesawat terlalu mahal, belum lagi ditambah ongkos ke bandara yang lokasinya kalau bukan di Bandung ya Jakarta. Saat itu Bandara Kertajati Majalengka belum diresmikan.
Kalau naik kereta, kami hanya perlu ke Stasiun Jatibarang. Meskipun pilihan keretanya jauh lebih sedikit dibandingkan Stasiun Cirebon, namun stasiun dengan jarak 22 kilometer dari rumah kami ini menjadi opsi yang paling baik untuk efektivitas waktu.
Rencana itupun sampai kepada memilih tempat menginap ketika di Yogyakarta. Dari penginapan di sekitar stasiun, di tengah kota, hingga hotel di sekitar Malioboro sudah kami tandai. Dari mulai tarif, keterjangkauan dengan stasiun dan lokasi wisata yang bakal dikunjungi, dan ketersediaan sarapan dan lainnya, menjadi pertimbangan dalam memilih penginapan ini.
Jangan bayangkan perencanaan itu semudah hari ini. Sebab teknologi smartphone belum segahar sekarang. For your information, aplikasi perjalanan semacam Traveloka juga masih hijau. Mereka masih menjadi search engine lokasi wisata. Sehingga opsi booking tiket kereta dan pencarian tempat penginapan mesti dilakukan secara manual. Ya, ribet.
\”Lalu, kita ngapain disana?\” tiba-tiba istri pun bertanya.
\”Di Yogyakarta \’kan banyak lokasi wisata. Gampang itu sih,\”
Saya menjawab sekenanya. Namun raut mukanya lain. Ia kecewa. Sebab yang saya tahu istri saya ini memang tak pernah mau kompromi atas satu hal yang tidak terencana.
Saya pun bingung, sebab kalau menginap di penginapan A lantas harus naik apa kalau ke Goa Pindul, ke Malioboro, maupun berburu pecel di Pasar Beringharjo. Begitupun kalau menginap di penginapan B. Naik apa kesana setelah turun dari stasiun. Ya, bingung sebingung-bingungnya.
Setelah berbagai kebingungan memuncak tanpa bisa dicegah, akhirnya rencana itu pun menguap begitu saja. Ia menguap dan tak lagi kembali hingga enam tahun berlalu dan kami sudah memiliki anak yang sebentar lagi lulus dari TK.
Traveloka Xperience
Saya tak menyangka, ternyata putri saya yang beberapa bulan lagi menginjak SD ini malah menjadi pemicu kembalinya keinginan liburan jauh yang telah lama terpendam. Sebab ia kerap mengutarakan keinginannya untuk naik kereta dan jalan-jalan ke Yogyakarta yang sementara ini baru dilihatnya dari YouTube saja.
Demi ujaran-ujaran lucu dari putri kami inilah, rencana lama yang tak pernah terealisasi ini berkecambah kembali. Rencana ini memang masih malu-malu untuk mekar. Namun ia tumbuh dan menancapkan akarnya dengan kekar.
Sampai suatu hari, promo akhir tahun dari berbagai produk digital terus mampir di layar smartphone. Ya, iklan digital selalu tahu apa mau dari penggunanya. Dan salah satu dari iklan tersebut adalah tentang Traveloka Xperience.
Pada mulanya saya tertarik karena nama depan dari layanan ini. Ya, Traveloka. Salah satu \’unicorn\’ dengan nilai valuasi USD 2 Miliar atau setara dengan Rp28 Triliun kebanggaan Indonesia ini menjadi satu alasan buat saya untuk mencari tahu lebih jauh.
Buat orang yang minim pengalaman melancong ke berbagai daerah, Traveloka Xperience betul-betul layanan yang mengerti saya. Ia menyelesaikan kebuntuan saya enam tahun silam. Perusahaan yang dirintis oleh Ferry Unardi, Derianto Kusuma, dan Albert Zhang ini hadir menawarkan solusi.
Misalnya begini, sesuai rencana saya ingin pergi ke Yogyakarta. Untuk pesan tiket kereta dan kamar hotel sudah bisa dilakukan lewat aplikasi Traveloka sejak lama. Kemudian pertanyaan istri saya enam tahun silam, yakni \”lalu, kita ngapain disana?\”, akhirnya bisa dijawab dengan Traveloka Xperience.
Disini saya bisa memilih dua belas kategori kebutuhan liburan seperti atraksi, bioskop, hiburan, tur, olahraga, spa dan kecantikan, tempat bermain anak-anak, sarana liburan edukasi, kuliner, transportasi lokal, event, serta hal-hal kecil yang sebetulnya dibutuhkan dalam liburan yang terangkum dalam kategori Travel essentials. Kedua belasnya bisa dilokalisir untuk wilayah tertentu saja. Sebagai contoh, saya memilih Yogyakarta.
Saya bisa memilih layanan Explore Jogja – 1 – Day Tour dengan tarif Rp760.000. Dengan layanan ini, saya bisa melihat matahari terbit di bukit Panguk Kediwung, Mangunan, lalu berkunjung ke Rumah Hobbit di daerah yang sama. Saat waktu beranjak siang, saya bisa menikmati deburan ombak di Pantai Sadranan dan Gunung Kidul sebelum berpetualang ke Gua Pindul dan Sungai Oyo. Seharian saya bakal mendapatkan #XperienceSeru sesuai yang dijanjikan Traveloka.
Selain paket ini, tentu masih banyak paket yang disediakan oleh Traveloka Xperience. Saya tinggal menyesuaikannya sesuai dengan kebutuhan dan budget yang tersedia. Kalaupun salah satu contoh dari kategori Tour tadi kurang cocok, tentu bisa memilih opsi lain atau bahkan sebelas kategori yang lainnya.
Saya jadi tak bingung lagi untuk mengajak keluarga liburan ke Jogjakarta. Bahkan setelah ke tanah Sri Sultan ini, pilihan liburan kami bisa berkembang lagi.
Traveloka Xperience: Karena Liburan Tak Hanya Jalan dan Penginapan