Samsung Dilibas Xiaomi di India, Apakah Bakal Terulang di Indonesia?

Lembaga periset pasar, Canalys dan Counterpoint, merilis data penjualan ponsel pada kuartal 4 tahun 2017 di India. Hasilnya sebagaimana judul artikel ini, yakni Samsung dilibas oleh Xiaomi. Berita ini sedang trending di India sejak Kamis (25/1) dan tentu kabarnya menyebar secara global.

Canalys menyebut kalau Xiaomi memiliki market share sebesar 27% dengan jumlah sekitar 8,2 juta perangkat. Sementara Samsung menempati urutan kedua dengan raihan 25% dengan jumlah sekitar 7,3 perangkat. Sedikit berbeda dengan Canalys, Counterpoint menyebut kalau Xiaomi mendapatkan 25% pangsa pasar, sementara Samsung hanya 23% saja.

Techradar menyebut kalau Samsung enggan disebut takluk oleh Xiaomi, meski dua periset itu menyebutkan datanya. Menurut petinggi Samsung di India, pabrikan Korea Selatan ini tetap unggul menurut lembaga riset GfK. Riset GfK itu dilakukan dengan cara melacak penjualan hingga ke konsumen terakhir. Dari data tersebut, Samsung memiliki karket share pada kuartal akhir 2017 sebesar 40%. Apalagi, tambah petinggi ini, Samsung merupakan \’Most Trusted\’ brand di India.

Lalu manakah dari data tersebut yang paling akurat? Data dari Canalys serta Counterpart yang memenangkan Xiaomi, ataukah data dari GfK yang mengunggulkan Samsung? Tentu susah untuk dibuktikan siapa yang unggul kecuali masing-masing brand membuka data pemasarannya masing-masing.

Kalau dilihat dari siapa yang memenangkan pertarungan ini, ketika melihat siapa yang perangkatnya paling banyak dipakai oleh masyarakat India, maka Samsung Galaxy tentu lebih unggul. Sebab pabrikan Korea ini sudah bercokol lebih lama di India dibandingkan Xiaomi yang baru tiga tahun saja. Tapi saya sendiri lebih percaya terhadap data Canalys dan Counterpart dibandingkan GfK. Sebab pembicaraan ini mengenai market share pada kuartal akhir 2017. Mari kita ulas.

Xiaomi VS Samsung

1. Fenomenalnya Xiaomi Redmi

Xiaomi di lini Redmi boleh dikatakan memenangkan pertarungan untuk level budget-phone dari ponsel manapun. Apalagi kalau sudah berbicara Redmi 5A. Di India sendiri, Xiaomi menggandeng Flipkart dan Amazon untuk melakukan flash sale ponsel Redmi. Antusiasme masyarakat India dengan Redmi pun kabarnya serupa dengan Indonesia.

Sebagai budget-phone, Redmi (sekali lagi, terutama Redmi 5A) sangat menarik. Di India, Xiaomi Redmi Note 4 juga menjadi idola. Pasalnya, hanya dengan uang dibawah Rs15,000, baik Redmi Note 4 apalagi Redmi 5A, bisa dibawa pulang meski harus rebutan di flash sale.

2. Ketersediaan Yang Lebih Baik

Dalam beberapa bulan terakhir, keberadaan ponsel Xiaomi semakin mudah ditemukan. Xiaomi telah melakukan perbaikan pada rantai distribusi dan ketersediaan stok di India. Sebelumnya, Xiaomi pun diduga melakukan praktek hunger marketing dimana harga murah itu diduga hanya gimmick marketing saja. Setelah jalur itu diperbaiki, harga resmi yang murah itu tetap dipertahankan. Akhirnya masyarakat India pun banyak yang kepincut dengan Xiaomi, terutama seri Redmi.

3. Murah

Ya tentu saja hampir semua orang melirik Xiaomi dikarenakan tawaran harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan ponsel sekelasnya. Sebagai contoh, Xiaomi Mi A1 dijual dengan harga Rs14,000, dimana dengan chipset Snapdragon 625 tentu tak ada ponsel sekelasnya yang berharga sedemikian ringannya. Terlebih lagi hal pada seri Redmi.

4. Spesifikasi Samsung Yang Membosankan

Samsung boleh bangga ketika Galaxy S8 maupun Note 8 selalu disebut-sebut sebagai ponsel terbaik. Tapi tentu penjualan ponsel flagship itu tak banyak membantu peningkatan market share. Pembeli kedua ponsel itu bisa dihitung dengan jari. Samsung babak belur di ranah ponsel middle-entry apalagi low-budget phone.

Kondisi Pasar Indonesia

Strategi Xiaomi di Indonesia dan India tak begitu berbeda. Hanya pilihan alat saja yang mungkin membedakan keduanya. Misalnya antara Lazada di Indonesia dan Flipkart di India. Tapi strategi menyikapi pasarnya sama saja. Mungkin karena tipikal masyarakatnya juga tak beda jauh, yakni budget-phone-nya masih di harga segitu. Hehe

Di tahun 2017, Xiaomi segera berbenah untuk menggandeng berbagai pihak guna mendirikan gerai offline di berbagai tempat. Xiaomi sadar untuk membangun trust dengan konsumen, toko offline mesti ada dan berdiri di kota-kota di Indonesia. Meski memiliki Mi Fans yang loyal dan terbilang besar, Xiaomi tetap ingin menyasar konsumen lain yang selama ini mungkin belum loyal dengan Xiaomi. Toko offline ini menjadi fakta sahih kalau Xiaomi ingin memperbaiki jejaring distribusinya.

Kalau melihat Samsung, berita yang muncul di awal tahun ini hanya peluncuran Samsung A8 dan A8+ saja. Dua ponsel yang memiliki harga hampir mendekati Galaxy S8. Iya, masih mahal di kisaran Rp8 jutaan. Jelas ponsel tadi bukanlah budget-phone buat sebagian besar orang Indonesia.

Maka strategi Xiaomi hanya bermain-main di ranah ponsel seharga Rp2 jutaan saja seperti yang terbaru Redmi Note 5A Prime. Dimana dengan uang kurang dari Rp2 juta, Samsung hanya akan memberikan spesifikasi yang lebih rendah dibandingkan Redmi Note 5A Prime. Xiaomi cukup jeli membaca kondisi konsumen ponsel Indonesia, yang enggak terlalu melirik kalau dilempar ponsel flagship.

Pada kuartal ketiga tahun 2017, Xiaomi mampu merangsek ke posisi kelima dengan angka market share sebesar 6,2%. Angka ini masih sangat jauh dibandingkan Samsung yang menjadi raja market share ponsel di Indonesia dengan angka 30%. Jadi untuk tahun ini, Samsung sepertinya masih diatas angin. Satu-satunya yang paling mungkin terjadi adalah Xiaomi bakal menggeser Advan, Vivo, maupun Oppo dalam menempel posisi Samsung.

Apakah kondisi pasar ponsel di Indonesia pada 2018 ini bakal berpihak ke Samsung? Kita nantikan saja kejutan selanjutnya. Yang jelas, keempat poin alasan soal Xiaomi menggeser Samsung di India diatas sudah terjadi di sini.

Nah daripada serius memikirkan persaingan kedua brand ini, yuk disimak parodi Hitler dalam film Der Untergang yang menyoal seteru antara Xiaomi vs Samsung berikut ini. Selamat menyaksikan, jangan lupa SUBSCRIBE ya 🙂

Leave a Comment