Ada rasa galau yang tersirat di air mukanya. Ia terpekur diantara pahat, bilah kayu, dan pelitur yang teronggok sembarang di ruang kerja, yang lebih tepat disebut gudang di belakang rumahnya. Kegalauan itu memang hanya disebabkan sebuah pesan pendek. Hanya, pesan itu ibarat pisau yang memutus tali tempat ia menggantungkan hidup.

Aku menatapnya dalam-dalam. Sebuah tatapan antara rasa kasihan dan keinginan untuk memotivasi dalam jiwa yang diam. Ya, ia hanya terdiam. Sebab pesan itu sama persis dengan buruh yang melihat pabriknya tak lagi beroperasi. Ia merasa onggokan kayu itu tak akan berubah menjadi benda seni yang bernilai tinggi. Sebab ia bukanlah maestro layaknya Jeff Koons maupun Patricia Piccinini.

Di tengah ketermenungan itu, aku memahami kalau ia hanyalah anak kampung. Beberapa hal yang diketahuinya hanyalah pergi ke hutan tepi pantai nun belasan kilometer jauhnya, kemudian pulang membawa kayu-kayu berkualitas jempolan. Bersama kayu-kayu itu, ia mengurung diri di \’ruang kerja\’ berhari-hari. Orang-orang hanya mendengar bunyi tak-tok-tak-tok. Dua-tiga hari kemudian, ia terlihat di belakang rumahnya sedang menjemur topeng kayu, patung, maupun ornamen khas Jawa yang sering digunakan sebagai hiasan di restoran maupun hotel. Baca juga Memulai Jualan di Internet: Medsos, Website, atau Marketplace?

\”Mas Aban, mohon maaf kami beralih jenis usaha. Semoga sukses,\” demikian kira-kira pesan singkat yang kubaca di ponsel kawanku ini.

Pesan tersebut berasal dari pengepul yang biasa menerima hasil karyanya. Peralihan jenis usaha, secara otomatis membuat kawanku-yang-pemahat ini harus kehilangan jalur pasarnya. Sementara itu, kampungku, bahkan kotaku, bukanlah destinasi idaman wisatawan. Daerah kami hanya perlintasan, dan itupun sudah digeser habis-habisan oleh jalan tol Cimanuk-Palimanan. Apa yang tersisa untuk usaha yang banyak disebut oleh para ahli pemberdayaan serta kalangan milenial sebagai industri kreatif ini?

Semangat untuk memasarkan secara mandiri mendadak muncul, ketika seorang kawan lain menggebu-gebu seperti baru keluar dari ruang pelatihan sales obat kuat.

\”Bung,\” aku bilang, \”Tahu apa kau soal algoritma Facebook? Berapa modal iklan yang kamu punya untuk mem-push barang kawan kita ini?\”

Qlapa.com

Ia pun bingung dengan argumenku yang mungkin menohok. Tapi ia tak hilang akal, ditutupnya aplikasi Facebook dan dibukanya Google dengan sisa kuota internet yang masih ada. Sebuah perbuatan yang menurutku sia-sia, sebab ia mengetik \’produk handmade unik di Indonesia\’. Apa hubungannya dengan pemasaran pahatan kayu itu?

Dari dua teratas hasil pencarian di Google muncul dua judul tautan serupa, yakni Qlapa. Hasil yang pertama merupakan aplikasi yang berasal dari Google Play, dan kedua berasal dari domain Qlapa.com. Yang membuat kawanku sudah merasa memenangkan argumen adalah pada judul tautan itu tersirat kalau Qlapa merupakan marketplace. Entah betul atau tidak, sebab kuota kawanku ini habis. Aban hanya tersenyum, dan aku pun pamit pulang. Baca juga Manfaat Facebook Marketplace Yang Jarang Disadari

Di rumah, aku punya banyak kesempatan untuk mencari tahu soal Qlapa. Platform Qlapa ini masuk kedalam irisan antara marketplace dan e-commerce. Dibilang marketplace, Qlapa tidak serta merta membebaskan setiap pedagang berjualan di situsnya. Ada semacam proposal yang mensyaratkan alamat surel, nomor ponsel, akun media sosial atau situs yang bisa diganti dengan mengirimkan foto-foto barang. Registrasi penjual semacam ini mirip ecommerce.

Setelah proposal itu diajukan, Qlapa akan memastikan apakah calon penjual ini bisa menjajakan barangnya atau tidak. Qlapa menerapkan klausul yang cukup ketat. Yang paling utama adalah hanya produsen yang boleh berjualan disini, ia paham seluk-beluk barang yang diproduksi dan dijualnya, barangnya bukan barang impor, bekas, maupun ilegal apalagi melanggar hak cipta.

Qlapa membuka diri untuk seluruh insan kreatif yang memiliki produk khas Nusantara, yang selama ini belum menemukan pasarnya. Apabila kurang fasih mengoperasikan situs, biarkan Qlapa yang mengerjakannya. Jika barang terjual, Qlapa akan melaporkannya melalui surel dan memotong 20% dari hasil penjualan. Kalau tak ada penjualan, Qlapa bakal bertindak selaku etalase gratis. Ya, tanpa ada biaya apapun.

Keuntungan Bagi Konsumen

Pencarian untuk pangsa pasar kawanku-yang-pemahat terlupakan sejenak. Tampilan situs Qlapa yang menggiurkan membuatku lupa dengan misi itu, sebab barang-barang yang biasanya ditemui di tempat-tempat wisata tampil berjejer rapi dengan kelompok kategorinya masing-masing.

Qlapa ini seumpama rumah besar, yang menampung seluruh perajin di Indonesia. Lalu situs Qlapa.com ibarat lemari kaca yang ada di depan rumah tersebut, yang memajang hasil karya terbaik mereka. Sebab Qlapa hanya menerima yang berkualitas. Dari mulai kebutuhan wanita, pria, anak-anak, dekorasi rumah, kuliner, perawatan kecantikan, hingga kebutuhan untuk hadiah spesial.

Semua produk itu buatan tangan, sebab Qlapa disebut sebagai rumahnya produk handmade Indonesia. Qlapa menjadi situs yang unik karena sebutan semacam ini. Buatan tangan berbeda sama sekali dengan buatan pabrik. Ia membutuhkan ketelitian, keterampilan, dan ketahanan perajin untuk mencipta sebuah produk. Meski begitu, setiap produknya tak akan sama satu dengan yang lain. Ia bakal menjadi produk yang unik dan eksklusif. Disinilah keunggulan Qlapa.

Dalam klausul penjualan, Qlapa menggaransi hanya berurusan dengan produsen. Selain barangnya unik dan eksklusif, ini berarti Qlapa mampu memberikan harga yang murah kepada konsumen. Sebab barang tersebut berasal dari tangan pertama bukan reseller.

Ya, Qlapa memang lengkap bahkan untuk urusan teman sarapan pagiku: kopi. Kopi arabika khas Mandailing yang dijual Halokoffi menyita perhatianku dari sekian banyak jenis kopi yang ada. Isi 100 gram kopi ini dijual di harga Rp29.900. Sebuah harga yang cukup bersaing.

Saya melakukan proses pembelian tanpa signup, dan terlihat setiap transfer bank untuk membayar ditujukan ke akun PT. Qlapa Kreasi Bangsa. Sebuah metode pembayaran yang menjamin kedua pihak, baik penjual maupun pembeli untuk bertransaksi secara aman.

Saya mengambil kesimpulan kalau Qlapa merupakan tempat untuk berbagai pihak, terutama mereka yang selama ini kerap mencari referensi belanja produk handmade ala Nusantara. Qlapa bukan sekedar etalase, karena ia adalah rumah bagi perajin dan produknya. Qlapa menyediakan pangsa pasar khusus yang selama ini jarang dilirik. Qlapa menyediakan ceruk pasar yang dibutuhkan oleh perajin seperti kawanku-yang-pemahat.

Aku pun kembali teringat kawanku-yang-pemahat.

Pagi sekali, aku mampir ke rumahnya sembari membawa tiga sachet kopi lengkap dengan sebungkus blengep. Ada kabar gembira yang ingin kusampaikan. Namun sebelum kuketuk pintunya, ibunya muncul dengan wajah sendu. Ia memberi kabar pilu.

\”Seusai subuh, Aban ikut pamannya ke pelabuhan,\” ucap ibunya, lirih.

Pelabuhan memang memiliki makna yang luas. Namun disini, kata itu memiliki satu kemungkinan, apalagi diucapkan seorang ibu dengan mata yang sembap. Pelabuhan adalah tempat awal untuk mengarungi Laut Jawa menuju Kalimantan. Di pulau Borneo itu, kawanku-yang-pemahat bakal bergerak ke Entikong diam-diam. Ia menelusup ke jiran demi ribuan gelondongan kayu yang kali ini tak akan dipahatnya.

Shares:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *