‘Selamat tinggal Google Plus’ menjadi ucapan yang cukup banyak digaungkan akhir-akhir ini oleh para bloger. Pasalnya media sosial yang dibesut Google ini telah resmi digulung pada 2 April 2019 mendatang.
Tentu banyak yang bertanya, ada apakah gerangan? Sebuah sosok raksasa macam Google yang cukup berkuasa di jagat internet, memiliki mesin pencari yang dipergunakan hampir setiap orang, dan punya sistem operasi sejuta umat yang bernama Android, tapi kok punya media sosial yang memble hingga akhirnya ditutup begitu saja.
Pertanyaan serupa sebetulnya telah banyak dispekulasikan jawabannya sejak kasus bocornya data pengguna Google Plus. Sebab setelah setengah juta pengguna terekspos data pribadinya ke luar sistem, Google mesti menanggung malu dan akhirnya memutuskan menyuntik mati aplikasi yang sebetulnya digadang-gadang sebagai pesaing Facebook dan Twitter ini.
Tereksposnya data pribadi pengguna Google Plus terjadi pada Maret 2018. Secara teknis, ada 438 aplikasi yang dibuat oleh pihak ketiga mampu mengakses data pribadi yang terdiri atas user name, alamat email, pekerjaan, jenis kelamin dan usia.
Namun tentu saja kasus yang sama pernah menimpa dua seteru seniornya, Facebook dan Twitter. Tereksposnya data pengguna Facebook bahkan sudah mencapai level pemilihan presiden Amerika Serikat. Kurang besar apa kasus tersebut? Namun Facebook masih tegap berdiri dan memilih untuk memperbaiki celah tersebut. Lantas kenapa Google Plus begitu baper?
Masalah yang krusial selanjutnya adalah minimnya pengguna Google Plus. Ya, meski Google adalah pemilik Android, tapi Google Plus tidak bisa serta merta dijadikan bundling sebagai media sosial pilihan. Pabrikan smartphone lebih senang dengan Facebook kemudian Instagram, barulah Twitter. Sangat jarang yang menginstal Google Plus kecuali bloger.
Pengguna Google Plus yang kebanyakan bloger memang diiming-imingi sebuah mitos bahwa ketika sebuah klik berasal dari Google Plus maka blognya bakal disayang Google. Iya, itu cuma mitos yang bisa jadi benar, tapi sangat mungkin salah. Sebab Google pun tidak pernah memberikan pernyataan resminya terkait share link di platform media sosialnya itu.
Sementara itu jumlah bloger memang tidak banyak. Sehingga ekosistem Google Plus pada akhirnya tumbang. Google Plus tidak mendapatkan pengguna yang masif, yang paling tidak berada di bawah media sosial mainstream lainnya. Namun jangankan mendekati, berjarak dalam urutan angka pun jauh. Facebook yang masih memimpin klasemen pengguna dengan 2,2 miliar pengguna, Twitter dengan 335 juta berada di urutan 11, Pinterest dengan 250 juta berada di urutan 18, dan Google Plus terlempar diluar 20 besar.
Angka itu dirilis Statista dan dalam survey dari lembaga yang sama, Google Plus hanya dipakai setiap hari oleh 14 % responden sementara yang tidak pernah menyentuh media sosial ini mencapai 48 %. Survey itu dilakukan di Amerika Serikat, sebuah negeri dimana Google Plus lahir. Memang menyedihkan jumlah pengguna Google Plus ini.
Dua alasan yakni tereksposnya data pengguna dan jumlah pengguna yang tidak maksimal membuat Google akhirnya memutuskan untuk menutup Google Plus. Iya, memang dua hal itu yang terungkap di media massa, baik berupa opini, spekulasi, hingga pernyataan resmi.
Meski saya sendiri sedih atas ditutupnya Google Plus, tapi ya beginilah bisnis di ranah digital. Sebuah produk yang jauh dari ekspektasi banyak orang dan penggunanya sedikit harus ditutup daripada membebani modal dan sumber pendanaan lain dari Google. Soal apakah Google bakal membuat produk pengganti dari Google Plus, itu soal lain.
Sekarang, imbas dari dihapusnya Google Plus ini tentu terasa buat para bloger yang terbiasa membagikan postingannya di media sosial tersebut. Pertama buat yang memakai komentar Google Plus, kemudian buat yang memakai akun Google Plus sebagai admin Blogger, dan terakhir data dan gambar yang tersimpan atau terhubung ke media sosial tersebut bakal terputus. Nah, segeralah berbenah.
Selamat Tinggal Google Plus!